detak.co.id Internasional – Perang saudara yang berkecamuk di Myanmar semakin menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan. Pada Rabu (8/1/2025), junta militer melancarkan serangan udara terhadap desa Kyauk Ni Maw, yang terletak di pulau Ramree, Negara Bagian Rakhine. Serangan ini menargetkan wilayah yang dikuasai oleh Tentara Arakan (Arakan Army), menewaskan sedikitnya 40 orang, termasuk wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 20 lainnya.
Menurut juru bicara Tentara Arakan, Khaing Thukha, sebuah jet tempur milik junta melancarkan pengeboman yang juga menyebabkan kebakaran hebat di desa tersebut. Lebih dari 500 rumah dilaporkan hancur akibat api yang menjalar dengan cepat. “Semua yang tewas adalah warga sipil,” ujar Khaing Thukha kepada The Associated Press. Ia menambahkan bahwa serangan ini menghancurkan pasar tradisional yang saat itu dipenuhi penduduk lokal.
Laporan dari media setempat seperti Arakan Princess Media menunjukkan gambar-gambar kehancuran, dengan warga desa berupaya memadamkan api di rumah mereka yang terbakar. Seorang pemimpin kelompok amal yang membantu para korban melaporkan bahwa jumlah korban tewas meningkat menjadi 41 orang, dengan 50 lainnya mengalami luka-luka.
Serangan ini adalah bagian dari eskalasi kekerasan yang terus berlanjut sejak kudeta militer pada Februari 2021, yang menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi. Kudeta tersebut memicu protes besar-besaran yang dibubarkan secara brutal oleh junta, sehingga memperburuk ketegangan dengan kelompok etnis bersenjata seperti Tentara Arakan, Tentara Pembebasan Nasional Karen, dan Organisasi Kemerdekaan Kachin.
Tentara Arakan, yang merupakan sayap militer dari gerakan etnis minoritas Rakhine, telah memperkuat posisinya di wilayah barat Myanmar. Sejak melancarkan serangan besar pada November 2023, kelompok ini telah merebut sejumlah wilayah strategis, termasuk 14 dari 17 kotamadya di Rakhine. Kini, hanya ibu kota negara bagian, Sittwe, dan dua kotamadya di dekat Ramree yang masih dikuasai oleh junta.
Junta militer Myanmar tampaknya meningkatkan kapasitas militernya, terutama dalam penggunaan teknologi drone. Pada November 2024, pemimpin junta, Min Aung Hlaing, melakukan perjalanan ke China untuk mengamati teknologi drone canggih dari perusahaan Zhongyue Aviation UAV. Setelah perjalanan tersebut, jumlah dan akurasi drone yang digunakan oleh militer Myanmar dilaporkan meningkat tajam.
“Militer telah menjadi jauh lebih akurat dalam penggunaan drone ofensif,” ungkap Dave Eubank dari Free Burma Rangers, sebuah organisasi bantuan yang aktif di wilayah konflik Myanmar. Kemajuan ini membuat serangan udara semakin mematikan dan sulit diantisipasi oleh kelompok milisi seperti Tentara Arakan.