Internasional

Ambisi Amerika Serikat Caplok Kanada, Greenland, dan Terusan Panama

9
×

Ambisi Amerika Serikat Caplok Kanada, Greenland, dan Terusan Panama

Sebarkan artikel ini

detak.co.id Internasional – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali menjadi sorotan dunia setelah mengutarakan rencana kontroversialnya untuk mengambil alih wilayah berdaulat seperti Kanada, Greenland, dan Terusan Panama. Meski Trump kemudian menyatakan bahwa ia tidak berniat mengambil langkah lebih jauh, pernyataannya tetap memicu reaksi keras di tingkat internasional.

Banyak pengamat melihat ambisi Trump ini sebagai bagian dari visi kebijakannya yang dikenal sebagai ‘America First’. Visi tersebut menempatkan kepentingan AS di atas segalanya, dengan pendekatan unilateral dan agresif. Langkah ini dipandang sebagai respons terhadap munculnya poros kekuatan baru yang berupaya melemahkan pengaruh Washington, seperti China, Rusia, Venezuela, dan Iran.

Trump tampaknya menggunakan ancaman militer untuk menekan negara-negara tersebut agar memberikan konsesi ekonomi atau geopolitik yang menguntungkan AS. Misalnya, tekanan terhadap Terusan Panama disebut bertujuan untuk mendapatkan diskon transit bagi kapal-kapal Amerika di jalur utama antara Samudra Atlantik dan Pasifik.

Di Greenland, Trump berupaya membuka akses lebih besar bagi Amerika Serikat ke mineral tanah jarang yang sangat dibutuhkan dalam teknologi modern, serta memanfaatkan jalur pelayaran baru akibat mencairnya es kutub. Sementara itu, rencana invasi ke Kanada dinilai sebagai strategi untuk memaksakan kesepakatan perdagangan baru yang menguntungkan produsen AS.

Retorika Trump menunjukkan bahwa ia melihat sedikit perbedaan antara sekutu dan musuh AS. Dalam pernyataannya, Trump menyebut Kanada sebagai negara yang “menumpang” di bawah payung pertahanan AS. Ia bahkan mengklaim bahwa Kanada seharusnya menjadi bagian dari AS, daripada berdiri sebagai bangsa yang terpisah.

Pendekatan keras ini juga terlihat dari komentarnya terkait Denmark. Ketika permintaannya untuk membeli Greenland ditolak, Trump mengancam akan mengenakan tarif tinggi kepada Denmark sebagai bentuk tekanan.

Trump juga mengkritik keputusan AS pada tahun 1999 untuk menyerahkan kendali Terusan Panama kepada Panama, yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang ditandatangani oleh mantan Presiden Jimmy Carter. Trump menilai keputusan tersebut sebagai kesalahan besar, dengan menyebut bahwa China kini memiliki pengaruh besar atas terusan strategis itu.

Pada Kamis (9/1/2025), dalam pernyataannya menjelang pemakaman kenegaraan Jimmy Carter, Trump kembali mengangkat isu ini. Ia menyatakan bahwa kapal-kapal Amerika didiskriminasi dalam biaya transit di Terusan Panama, serta menuduh China telah “menyalahgunakan” jalur air tersebut.

Meski ancaman Trump untuk mengerahkan kekuatan militer memicu kekhawatiran, sejumlah analis percaya bahwa langkah ini lebih merupakan strategi negosiasi daripada rencana konkret. Hal Brands, seorang profesor urusan global di Johns Hopkins School of Advanced International Studies, menyebut bahwa pendekatan Trump mencerminkan kontinentalisme—sebuah fokus pada kekuatan regional yang mungkin menggantikan globalisme di masa jabatan keduanya.

Namun, langkah ini tetap dipandang kontroversial dan potensial memperburuk hubungan internasional. Trump tampaknya berpegang pada doktrin yang menempatkan agresi sebagai alat utama untuk mencapai ‘kemenangan’. Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada 2020, ia dengan jelas menyatakan, “Sebagai presiden, saya dengan bangga mengutamakan Amerika.”