Scroll untuk baca Berita

Pasang Iklan, Advertorial dan Kirim Release, click here
Pendidikan

Benarkah Durasi Puasa Kutub Utara Hanya 1 Jam?

9
×

Benarkah Durasi Puasa Kutub Utara Hanya 1 Jam?

Sebarkan artikel ini

detak.co.id, WOOW – Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa dengan durasi yang berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak geografis suatu negara dan panjangnya waktu siang dan malam di daerah tersebut.

Di Indonesia, yang berada di sekitar garis khatulistiwa, durasi puasa relatif stabil, berkisar antara 12 hingga 14 jam. Namun, bagi umat Muslim yang tinggal di negara-negara subtropis seperti Turki atau Amerika bagian selatan, waktu puasa bisa mencapai 16 jam, tergantung musim.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang tinggal di daerah ekstrem seperti Kutub Utara atau Kutub Selatan? Di wilayah tersebut, durasi siang dan malam bisa sangat tidak menentu. Misalnya, di musim panas di Kutub Utara, matahari tidak terbenam sama sekali, sementara di musim dingin, matahari justru tidak terbit sepanjang hari. Kondisi ini menyebabkan waktu puasa menjadi sangat panjang atau sangat singkat.

Baru-baru ini, seorang warga Indonesia yang berada di Kutub Utara membagikan pengalamannya menjalankan puasa. Ia mengungkapkan bahwa di tempat ia berada, waktu puasa hanya berlangsung sekitar satu jam. Hal ini terjadi karena waktu salat Maghrib, Isya, dan Subuh sangat berdekatan. Bahkan, ada hari-hari di mana selisih antara salat Dzuhur dan Ashar hanya 10 menit, sementara Maghrib datang hanya satu menit setelahnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, umat Muslim di wilayah dengan waktu siang dan malam yang tidak normal memiliki beberapa pilihan dalam menentukan waktu puasanya, antara lain:

  1. Mengikuti waktu Mekkah, karena kota suci ini adalah kiblat umat Islam.
  2. Mengacu pada waktu puasa negara terdekat, misalnya mengikuti waktu puasa di Norwegia yang memiliki siang dan malam yang lebih teratur.
  3. Menggunakan durasi rata-rata puasa global, yaitu sekitar 12 hingga 16 jam.

Meskipun menghadapi tantangan ekstrem, umat Muslim di berbagai belahan dunia tetap menjalankan ibadah puasa dengan berbagai cara yang sesuai dengan kondisi di tempat mereka tinggal.

Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya ajaran Islam dalam menyesuaikan ibadah dengan situasi dan kondisi setempat.