detak.co.id Pendidikan – Museum Sumpah Pemuda hadir sebagai saksi dari semangat persatuan pemuda Indonesia yang berkobar pada Kongres Pemuda II. Salah satu koleksi ikoniknya adalah biola WR Supratman, instrumen yang mengiringi peristiwa bersejarah ketika lagu “Indonesia Raya” pertama kali diperdengarkan pada peristiwa Sumpah Pemuda.
Biola yang dimiliki Supratman ini sebenarnya diberikan oleh kakak iparnya, Willem Mauritius van Eldik, pada tahun 1914. Sejarah mencatat bahwa dengan biola ini pula, WR Supratman menggubah lagu “Indonesia Raya” yang hingga kini menjadi simbol persatuan dan kebanggaan bangsa.
Dilihat dari dimensi, biola ini berukuran panjang 36 cm, dengan lebar yang mencapai 20 cm pada bagian terlebar dan menyempit menjadi 11 cm pada bagian tengah. Ketebalannya 4,1 cm di bagian tepian, dan 6 cm di bagian tengah, membuatnya menjadi instrumen yang unik.
Mengacu pada buku Merayakan Indonesia Raya karya Martin Suryajaya, Gunawan Wiradi, dan Edi Irawan, biola ini tersusun dari beberapa jenis kayu pilihan. Papan depannya terbuat dari kayu jati Belanda atau cyprus, sementara bagian belakang, leher, dan kepala biola menggunakan maple Italia, dan beberapa bagian seperti penggulung senar dan end pin menggunakan kayu eboni asal Afrika Selatan.
Diperkirakan, biola ini adalah salinan dari model biola karya Nicolo Amati, seorang pembuat biola legendaris dari abad ke-17 asal Cremona, Italia. Keahlian Amati yang diakui, membuat biolanya sering kali ditiru, terutama di Jerman, pada penghujung abad ke-19. Salinan seperti inilah yang diduga dibeli van Eldik di Makassar, kemudian diberikan kepada Supratman.
Di Makassar, WR Supratman aktif sebagai pemain di Black and White Jazz Band dan melanjutkan karier musiknya di Bandung pada tahun 1924 sebagai anggota orkes Gedung Societet Concordia. Biola ini terus mendampingi Supratman hingga akhirnya setelah beliau wafat, dirawat oleh kakaknya, Rukiyem. Pada tahun 1974, biola ini kemudian diserahkan kepada Museum Sumpah Pemuda sebagai warisan nasional.
Di museum, biola WR Supratman dijaga dengan sangat hati-hati sebagai aset negara. Hanya pada momen-momen khusus, seperti peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2005 dan 2007, biola ini dimainkan oleh musisi kondang Idris Sardi. Namun, untuk alasan keamanan, biola asli kini tersimpan di ruang tertutup. Para pengunjung hanya dapat melihat replikanya yang dipajang di ruang pamer Museum Sumpah Pemuda.
Bagi Anda yang tertarik mengunjungi Museum Sumpah Pemuda dan menyaksikan langsung replika biola bersejarah ini, berikut informasi tiket dan jadwal kunjungannya:
Tiket Masuk
Dewasa (lebih dari 12 tahun): Rp 5.000
Anak-anak (3-12 tahun): Rp 3.000
Turis asing: Rp 25.000
Jadwal Kunjungan
Selasa-Kamis, Sabtu-Minggu: 08.00-16.00 WIB
Jumat: 08.00-16.30 WIB
Senin dan hari libur besar: Tutup
Bagaimana, tertarik menyaksikan jejak sejarah yang hidup di Museum Sumpah Pemuda?