YOGYAKARTA, detak.co.id – Bubarnya Departemen Penerangan RI (Depen RI) di era Presiden Gus Dur, karena Depen RI dianggap corongnya rezim yang berkuasa. Bukan hal-hal kenegaraan yang dikerjakan, namun lebih pada propaganda politik rezim.
Menteri Penerangan RI yang melegenda di era Orba adalah Harmoko. Katanya-katanya selalu terpola dalam pola pikir budak dan dangkal, yaitu menurut petunjuk bapak Presiden.
Sekarang, atau paling tidak jelang dan sesudah Pemilu 2024, Kominfo RI rasa Depen RI. Bukan tugas-tugas kenegaraan yang ditonjolkan, namun lebih pada politik rezim: capres, cawapres, keputusan MK, pendaftaran KPU, bansos rasa ban nggembos, dll, intinya, politik rezim.
Bobolnya sistem pertahanan cyber Pusat Data Nasional (PDN), bukti, bahwa Kominfo, utamanya Menkominfo, tidak becus bekerja, karena tidak punya kompetensi, kapasitas dan kapabilitas.
Politik Balas Budi dengan cara mengorbankan kepentingan dan keselamatan rakyat Indonesia. Relawan itu yang rela, jangan ngarep-ngarep jabatan dari Presiden. Itu namanya pamrihwan.
Bagi saya, hal ini sangat memalukan, gambaran nyata suatu rezim yang tidak punya konsep kerja, karena tidak memahami lingkup kerjanya. Lebih runyam lagi, justru malah sibuk dagangan politik rezim.
Dampak dari peretasan data PDN ini adalah pencurian data peribadi, yang berpotensi disalah gunakan dan lumpuhnya pelayanan publik, karena beberapa server dikunci oleh Hacker. Fatal!
Rentannya sistem pertahanan cyber Indonesia, adalah buah dari kebodohan akut dari pejabat negara yang berwenang.
Di akhir era Jokowi muncul semua kebobrokan-kebobrokan yang selama ini disembunyikan atau dijauhkan dari ruang-ruang publik, misalnya potensi korupsi bansos presiden, politik demokrasi rasa dinasti, IKN berpotensi mangkrak, kondisi ekonomi nasional terpuruk, nilai tukar rupiah terhandap mata uang asing merosot tajam, korupsi meraja lela dimana-mana, sistem pendidikan nasional bosok dan bobrok, dan hutang luar negeri yang menggunung. Sapa sing nyaur?
Tangan Tuhan sedang bekerja menunjukkan sebuah kebenaran.
Indonesia harus diselamatkan. Bukan hanya Menkominfo yang harus mundur atas kasus peretasan data PDN, Presiden Jokowi juga harus mundur. Budi Arie dan Jokowi ini satu paket, setali tiga uang, runtung-runtung kaya mimi lan mintuno.
Menjadi pejabat negara itu bukan hanya bermodal mau, namun juga harus mampu, dan punya rasa malu.
Sekali lagi, Budi Arie harus mundur dan meminta maaf secara terbuka ke rakyat Indonesia atas diretasnya data PDN, sebagai pertanggung-jawaban publik dari pejabat negara yang masih punya etika, moralitas dan rasa malu.
Peretasan data PDN adalah bahaya yang sangat serius bagi Indonesia.
Sapa nandur bakal ngundhuh.
Merdeka!
Yogyakarta, 2024-06-30
BPW. Hamengkunegara
Penulis : Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Seniman/Budayawan Yogyakarta