Internasional

Korea Selatan Cabut Status Darurat Militer Usai Penolakan Majelis Nasional

12
×

Korea Selatan Cabut Status Darurat Militer Usai Penolakan Majelis Nasional

Sebarkan artikel ini

detak.co.id, Seoul – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol resmi mencabut status darurat militer yang sempat diberlakukan pada Selasa (3/12/2024) malam. Keputusan ini diambil setelah Majelis Nasional Korsel menolak deklarasi tersebut dan mendesak pencabutannya.

Darurat militer yang diumumkan pada pukul 23.00 waktu setempat (21.00 WIB) dicabut pada Rabu (4/12/2024) pukul 04.30 WIB. Keputusan ini menimbulkan protes dari masyarakat, dengan ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa di gedung parlemen di tengah malam.

Presiden Yoon menyatakan bahwa status darurat militer diberlakukan untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara (Korut) dan “kekuatan anti-negara”. Dalam pidatonya yang disiarkan langsung, Yoon menyebut langkah tersebut diperlukan untuk melindungi Korsel dari ancaman komunis.

“Untuk melindungi Korea Selatan yang liberal dari ancaman kekuatan komunis Korea Utara dan untuk melenyapkan elemen-elemen anti-negara, saya umumkan darurat militer,” ujar Yoon.

Ketegangan dengan Korut serta perselisihan politik terkait RUU anggaran di parlemen turut menjadi alasan di balik pengumuman tersebut.

Namun, deklarasi darurat militer ini ditolak oleh Majelis Nasional Korsel, yang menyatakan langkah tersebut tidak sah. Dalam sidang yang dihadiri 190 dari total 300 anggota parlemen, resolusi pencabutan darurat militer disahkan secara bulat.

“Dari 190 yang hadir, 190 mendukung. Resolusi yang menyerukan pencabutan darurat militer telah disahkan,” ujar Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik.

Kabinet Presiden Yoon segera menyetujui pencabutan status tersebut setelah menerima desakan dari parlemen. Pasukan militer yang sebelumnya dikerahkan untuk melaksanakan darurat militer telah ditarik kembali ke pangkalan masing-masing.

“Kami akan menerima permintaan Majelis Nasional dan mencabut darurat militer melalui rapat kabinet,” ujar Yoon dalam pidatonya yang kembali disiarkan televisi.

Darurat militer adalah situasi di mana kontrol penuh wilayah berada di bawah otoritas militer. Penetapan status ini di Korsel menjadi sorotan karena terakhir kali diberlakukan pada 1979, sebelum negara tersebut menjadi demokrasi parlementer pada 1987.

Pencabutan status ini menegaskan peran parlemen dalam menjaga prinsip demokrasi di Korsel. “Kami berharap tidak ada lagi langkah yang dapat mengganggu stabilitas dan kepercayaan publik,” kata seorang pengunjuk rasa di depan parlemen.

Keputusan ini menjadi pengingat akan pentingnya koordinasi dan dialog antara pemerintah dan legislatif dalam menjaga kestabilan nasional.