detak.co.id Opini – Oleh: Syafri M. Noor, Lc., M.H.
Para Ulama berbeda pandangan dalam menentukan siapa yang lebih baik diantara kedua pihak tersebut.
Ada yang menjelaskan bahwa Orang kaya yang bersyukur lebih utama daripada orang miskin yang bersabar.
Namun sebagian ulama justru menjelaskan bahwa orang miskin yang sabar lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur.
- Orang Kaya Yang Bersyukur Lebih Utama
Argumentasinya adalah orang miskin yang bersabar itu sifatnya ‘kahanan’ (dalam terminologi orang jawa) yaitu keadaannya yang mendesak dirinya untuk bersikap sabar.
Sabar menghadapi realita kehidupan yang serba kekurangan, dan serba kesulitan. Orang lain bisa makan sehari 3 kali, orang miskin makan sehari sekali aja masih boro-boro. Orang lain tidur nyenyak diatas kasur yang empuk dan nyaman, orang miskin mah boro-boro punya kasur.
Jarang kita temui orang miskin yang bangga dengan kemiskinannya, atau bahkan bisa jadi malah kita tidak pernah menemukan orang semacam itu.
Karena umumnya orang, pengennya ya jadi orang kaya. Orang yang sudah kaya pengen tetep jadi orang kaya, bahkan pengen semakin bertambah kekayaannya. Orang yang miskin juga pengen jadi orang kaya, meskipun ga harus kaya-kaya banget. Itulah kenyataannya.
Oleh karenanya, orang miskin yang bersabar itu dianggap sebagai perkara yang lumrah, karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk bersikap selain dengan bersabar menerima segala kekurangan dan kesulitan yang dialaminya.
Berbeda dengan orang kaya yang bersyukur. Mensyukuri nikmat kekayaan itu tidak dikategorikan sebagai ‘kahanan’, namun kategorinya adalah pilihan.
Orang kaya punya pilihan untuk bersyukur atau tidak bersyukur atas nikmat tersebut, baik syukur wajib maupun syukur sunnah.
Syukur wajib adalah mensyukuri nikmat kekayaan itu dengan dipergunakan dalam perkara² yang tidak melanggar ketentuan agama.
Bahasa lainnya, kita diwajibkan menggunakan kekayaan untuk perkara-perkara yang tidak melanggar ketentuan agama, dan kita diharamkan menggunakan kekayaan untuk keperluan yang melanggar agama.
Contoh: wajib mengalokasikan kekayaannya untuk sedekah, zakat, wakaf, nafaqah, membeli barang yang diperbolehkan syariat, baik secara zat maupun penggunaannya, dan lain-lain.
Haram mengalokasikan kekayaan untuk membeli khamr, bermain judi, menghambur-hamburkan harta, dan tindakan lain yang bertentangan dengan norma agama.
Adapun syukur sunnah adalah mensyukuri nikmat kekayaan dengan ucapan hamdalah, utamanya mengucapkan redaksi “alhamdulillah bini’matihi tatimmus shalihat.”
Poinnya, orang kaya yang bersyukur itu lebih baik daripada orang miskin yang bersabar, karena bersyukurnya orang kaya tidak bersifat ‘kahanan’, namun pilihan. Dan tidak banyak orang yang bisa mensyukuri nikmat kekayaannya, baik syukur wajib maupun syukur sunnah.
Allah sendiri yang sudah menjelaskan dalam surat as-Saba’ ayat 13:
“وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ”
artinya: “sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur”
So, perjuangan orang kaya untuk mensyukuri kekayaannya itu lebih susah daripada orang miskin yang bersabar atas kemiskinan yang dialaminya. Lebih mudah bersabar daripada bersyukur.
Aneh ya? Tapi begitulah realitanya.
- Orang Miskin Yang Bersabar Lebih Utama
Argumentasinya adalah golongan orang yang paling cepat dihisab pada hari akhir nanti adalah orang-orang miskin. Karena dihisabnya paling cepat, maka masuk surganya juga lebih duluan daripada orang kaya.
Makin miskin anda di dunia, makin cepet masuk surganya (S&K berlaku), semakin anda kaya, makin lama pula masuk surganya (S&K berlaku).
Bahkan dalam sabda Nabi SAW dijelaskan jarak antrian masuk surga antara orang miskin dan orang kaya:
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
Artinya: “orang-orang beriman yang fakir kelak akan masuk surga terlebih dahulu setengah hari yang setara 500 tahun lamanya daripada orang kaya (HR Ibnu Majah).
Atas dasar keutamaan inilah, maka orang miskin yang bersabar lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur.
Masak iya sih, sudahlah menderita didunia dan bersabar atas segala kekurangan dan kesulitan, di akhiratnya masih disuruh ‘bersabar’ lagi menunggu antrian masuk surga dibelakang orang kaya.
Gantian dong; orang miskin bersabar di dunia, bersyukur masuk surga duluan. Orang kaya bersyukur di dunia, bersabar menunggu antrian panjang orang-orang miskin yang masuk syurga. Gitukan adil.
Pada akhirnya, perdebatan ulama itu berkutat tentang siapa yang lebih utama, yang artinya keduanya sama-sama baik. Orang miskin yang bersabar itu tindakan yang baik, orang kaya yang bersyukur itupun juga tindakan yang baik.
Tinggal yang pantas menempati ranking satu dan dua itu siapa? Apakah orang miskin yang bersabar ataukah orang kaya yang bersyukur? Para Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
So, saat kita ditakdirkan menjadi orang kaya, jangan pernah alergi dengan bersyukur, baik syukur wajib maupun syukur sunnah. Teruslah bersyukur karena itulah kewajibannya.
Saat kita ditakdirkan menjadi orang miskin, jangan pernah alergi dengan kesabaran, teruslah bersabar. Sampe kapan bersabarnya? Ya sabar aja. Toh, masih ada nikmat lain yang bisa disyukuri kan?