Daerah

Potensi Besar Limbah Cair Sawit Dibahas Sejumlah Pakar

10
×

Potensi Besar Limbah Cair Sawit Dibahas Sejumlah Pakar

Sebarkan artikel ini

BOGOR, detak.co.id – Sejumlah pakar yang terdiri dari akademisi, kementerian/lembaga terkait, peneliti, dan pelaku industri membahas tantangan, peluang serta inovasi pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) yang berkelanjutan.

Pembahasan tersebut, sebagaimana dimuat pada laman majalah Sawit Indonesia, bahwa melalui Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit secara Optimal dan Berkelanjutan’, yang diadakan Pusaka Kalam dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Masing-masing pemateri menyampaikan dari perspektif dalam rangka membahas strategi dan teknologi inovatif untuk pengelolaan LCPKS yang optimal dan berkelanjutan sebagai upaya mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.

Ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam, Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, mengatakan pentingnya perubahan mindset dari anggapan bahwa Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) itu berbahaya bagi lingkungan dan tidak bernilai ekonomi menjadi sebuah sumberdaya yang bernilai ekonomi tinggi jika dikelola secara profesional.

“LCPKS seharusnya dipandang sebagai “harta karun”, mengingatkan dungan haranya yang sangat berharga bagi peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit. LCPKS adalah harta karun yang kaya kandungan hara dan dapat meningkatkan produktivitas jika dikelola secara profesional,” ujarnya.

Land Application (LA) menjadi salah satu teknologi utama yang saat ini sedang menjadi perbincangan. Land application adalah teknik pengelolaan limbah cair dengan cara mengalirkan limbah ketanah. LA merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban limbah yang harus diolah secara aerobik.

LA dapat dilakukan pada limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) yang mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Dengan penerapan LA, produksi kelapa sawit bisa meningkat tanpa memunculkan resiko negatif terhadap lingkungan.

Pendekatan tersebut memungkinkan pemanfaatan LCPKS sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kualitas tanah dan menggantikan bahan kimia sintetis.

Sedangkan, Prof. Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. dari Universitas Lampung menjelaskan methane yang merupakan salah satu gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global tinggi, dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.

“Teknologi ini tidak hanya mengurangi emisi secara signifikan, tetapi juga membuka peluang pemanfaatan biogas untuk memenuhi kebutuhan energi di perkebunan,” jelasnya.

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku peneliti Pusaka Kalam sekaligus tim penyusun roadmap pengelolaan LCPKS, menambahkan walaupun limbah yang memiliki BOD bernilai 100 mg/L dibuang kesungai juga sangat berbahaya bagi lingkungan dan memiliki potensi terjadinya fenomena eutrofikasi yang pada gilirannya dapat merusak biota perairan.

“Selain berbahayanya tindakan pembuangan limbah kesungai, hal tersebut juga menjadi sia-sia karena banyak kandungan hara yang terbuang secara percuma. Adapun upaya untuk menghindari terjadinya emisi karbon dalam Land Application (LA), perlunya pengukuran Eh.

“Nilai Eh di bawah -150 mV menunjukkan potensi metana yang tinggi, sedangkan nilai di atas -150 mV relatif aman,” kata Dr. Basuki.

Sementara itu, Prof. Dr. Ir. Suprihatin dari FATETA IPB University menyoroti dampak negatif Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Polutan utama dalam LCPKS mencakup bahan organik seperti BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand), minyak/lemak, nutrien, serta TSS (Total Suspended Solids).

“Tanpa pengolahan yang tepat, komponen-komponen ini dapat menimbulkan kerusakan serius pada lingkungan. Pentingnya pengolahan LCPKS sebelum dilepaskan kelingkungan, guna meminimalkan dampak negatifnya,” kata Prof Suprihatin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa saat ini telah tersedia berbagai teknologi untuk pengolahan LCPKS, baik teknologi konvensional maupun yang lebih maju (advanced technology). Setiap teknologi, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

“Pemilihan teknologi yang paling sesuai harus mempertimbangkan tigaa spek utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta disesuaikan dengan kondisi lokasi dan kebijakan pengelola perusahaan,” tambah Prof Suprihatin.

Pada kesempatan yang sama, Dr.Haskarlianus Pasang dari PT SMART Tbk megutarakan LA tidak hanya mendukung efisiensi agronomi, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Ia menambahkan, pendekatan ini menjawab tantangan keterbatasan bahan organik yang sering dihadapi di sektor perkebunan kelapa sawit.

Selain Land Application, teknologi Methane Capture (MC) juga menjadi sorotan yang tidak kalah penting sebagai salah satu opsi untuk menurunkan emisi Green house Gases (GHG) atau gas rumah kaca dengan cara menangkap gas methane yang dihasilkan dari proses dekomposisi secara anaerobik.

Ir. Achmad Fathoni, M.P. dari First Resources menyoroti peluang besar dari pemanfaatan LCPKS melalui pendekatan LA dalam meningkatkan produktivitas tanaman dan penurunan emisi gas rumah kaca. Disamping itu, penerapan methane capture juga dapat dipertimbangkan menjadi salah satu alternatif pilihan lainnya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Selain presentasi dari narasumber, ada sesi diskusi interaktif yang memberikan ruang bagi peserta untuk menyusun rekomendasi strategis. Dalam diskusi mampu merumuskan beberapa langkah praktis yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh pemerintah.

Kegiatan diskusi ini menjadi tonggak penting dalam upaya mengelola LCPKS secara optimal dan berkelanjutan. Langkah ini juga menjadi kontribusi signifikan baik dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca juga sebagai sumberdaya dengan potensi besar untuk penambahan daya energi listrik dan pemanfaatan biogas sebagai penggerak kendaraan bermotor. (Zal/red)