Nasional

Transaksi e-money dan QRIS Dikenakan PPN 12 Persen, Dibebankan ke Pedagang

7
×

Transaksi e-money dan QRIS Dikenakan PPN 12 Persen, Dibebankan ke Pedagang

Sebarkan artikel ini

detak.co.id Jakarta – Mulai 1 Januari 2025, transaksi menggunakan uang elektronik seperti e-money dan QRIS akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Namun, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan memengaruhi konsumen secara langsung.

PPN tersebut akan dibebankan kepada pedagang (merchant) melalui Merchant Discount Rate (MDR), bukan kepada konsumen yang bertransaksi. MDR merupakan biaya jasa yang dikenakan kepada pedagang oleh Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) saat transaksi menggunakan QRIS.

Sebagai ilustrasi, jika seorang konsumen membeli barang senilai Rp 5.000.000, ia tetap membayar PPN pembelian barang sebesar Rp 550.000, terlepas dari metode pembayaran yang digunakan, baik melalui QRIS, e-money, maupun tunai. Namun, PPN yang dikenakan pada MDR QRIS akan menjadi tanggungan pedagang, bukan konsumen.

Bank Indonesia (BI) telah mengatur tarif MDR QRIS berdasarkan jenis usaha merchant. Berikut tarif MDR QRIS saat ini:

  • Usaha Mikro (UMI):
  • 0% untuk transaksi di bawah Rp 100.000
  • 0,3% untuk transaksi di atas Rp 100.000
  • Usaha Kecil (UKE), Usaha Menengah (UME), dan Usaha Besar (UBE): 0,7%
  • Layanan Pendidikan: 0,6%
  • SPBU, Badan Layanan Umum (BLU), dan PSO: 0,4%
  • Transaksi G2P (government to people) seperti bansos, dan P2G (people to government) seperti donasi sosial atau pajak: 0%.

Dengan kebijakan baru ini, MDR yang dikenakan kepada pedagang juga akan menjadi objek pengenaan PPN sebesar 12%.

Menurut DJP, kebijakan ini tidak menambah beban konsumen, melainkan menjadi salah satu langkah pemerintah untuk memperluas basis pajak. Di sisi lain, kebijakan ini juga mendorong akuntabilitas dan transparansi pada ekosistem pembayaran digital.

Namun, pengenaan PPN ini diperkirakan dapat memengaruhi pedagang kecil yang sebelumnya sudah menghadapi beban operasional. Untuk itu, pelaku usaha diharapkan dapat menyesuaikan strategi bisnis mereka agar tetap kompetitif di tengah penerapan kebijakan baru.