detak.co.id,TANGSEL – Pergelaran musik bergenre jazz yang selalu ditasbihkan sebagai “cluster” khusus dalam dunia seni musik, tiba-tiba menyeruak keluar dari pakem para penikmat musik tradisional asal masyarakat Afrika di Amerika Serikat pada abad XIX (kesembilanbelas).
Diketahui, musik jazz pada mulanya hanyalah musik tradisional yang berasal dari Amerika Serikat yang dikembangkan oleh warga Afrika-Amerika di Amerika Selatan. Musik jazz dipercaya lahir pada akhir abad 19 memasuki abad 20. Musik jazz merupakan perpaduan dari musik Eropa dan tradisi Afrika. Musik Afrika memberikan pengaruh dalam aliran musik jazz berupa ritme yang dimainkan secara terus menerus, serta pergerakan dan permainan emosi yang nantinya menjadi sangat kental dalam karakter musik jazz. Sementara musik Eropa lebih memberikan pengaruh terhadap kualitas musikal yang memiliki keterkaitan dengan harmoni dan melodi.
Perpaduan dua tradisi yang antonim ini, kemudian menghasilkan sebuah jenis musik baru yang mereinterpretasikan penggunaan nada dalam kombinasi yang baru yang kemudian menciptakan nada-nada biru untuk mengekspresikan perasaan, baik perasaan senang maupun perasaan sedih.
Awalnya, sebagaimana asal-usul musik jazz, juga tidak lepas dari teriakan budak Afrika yang sedang meladang di Amerika Serikat dan kombinasi bunyi-bunyian dari gaya para musisi New Orleans. Kemudian musik gospel yang berkembang menjadi blues, dan beberapa bahan dasar lainnya yang berkombinasi membentuk jenis musik baru.
Perkembangan musik jazz, terdapat beberapa fase di mana musik jazz dapat berkembang dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Di sinilah sejumlah sub-genre baru yang masih menginduk pada genre jazz mulai bermunculan dan berkembang menawarkan berbagai variasi dan berbagai karakteristiknya masing-masing, di semua benua, hingga Asia-Pasifik, termasuk Indonesia sebagai negara besar dengan ribuan suku bangsa, budaya, dan adat istiadatnya.
Di akhir bulan Februari 2024, tiba-tiba ‘ide gila’ muncul di tengah obrolan ringan sekelompok warga sebuah pos jaga di lingkungan Rukun Tetangga (RT) yang biasa disebut Komunitas Pos Biru bersama ketua lingkungan setempat. Ide tersebut muncul pasca pertemuan pengurus lingkungan dengan satu sosok musisi ternama bernama Harry Toledo. Sosok musisi tersebut merupakan President of Indonesian Bass Family (IBF) Indonesia, yang sudah malang-melintang di dunia musik jazz selama 30 tahun yang tidak hanya berkiprah di Indonesia, tetapi juga di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat sebagai negara tempat Harry Toledo menimba dan memperdalam kompetensinya di jalur musik yang diyakininya bisa menjadi jalan kehidupan dan penghidupan, bahkan kemapanan secara ekonomi dan strata sosial.
“Awalnya, acara Street Jazz Pamulang atau SJP hanya sekadar memperkenalkan musik jazz kepada warga di lingkungan RT.004/09 Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Namun, dalam perjalanan singkatnya bergeser untuk sedikit naik kelas,” ungkap ketua RT setempat Ghozali alias Abu Ghozonk.
Ghozali menambahkan, obrolan di pos biru kemudian bergeser ke kedai kopi KO.DO.IT di bawah pohon, di sisi jalan dan tepian saluran air induk di komplek perumahan Puri Pamulang, konsep “Jazz Ngampar” di jalan lingkungan RT.004 bergeser ke jalan raya Puri Pamulang yang notabene menjadi jalur alternatif lalulintas masyarakat umum.
“Ide out of the box pentas musik jazz dengan label street jazz pamulang ini, diluar dugaan mendapat respon positif dari para gubernur IBF Indonesia yang menjadi sejawat Harry Toledo,” imbuh Ghozali yang merupakan ketua RT.004.
Bahkan, lanjut Ghozali, sebagaimana dijelaskan Harry Toledo, puluhan grup musik jazz di Jakarta Raya dan Bandung siap untuk ikut berpartisipasi di event tersebut, yang digelar pada Minggu malam (03/03/2024) sejak pukul 19.30 hingga selesai.
Melalui tangan dingin Harry Toledo dan Sekretaris Jenderal IBF Indonesia Wandy Bass, event Street Jazz Pamulang pun akhirnya mendapatkan respon sangat positif dari pemilik De Hill radio streaming di kawasan Kemang, Jakarta Selatan untuk bisa wawancara khusus di private lounge dan dipandu oleh Indah Firdaus pada Kamis malam (29/02/2024) mulai pukul 20.00 WIB hingga 21.00 WIB.
President of Indonesian Bass Family (IBF) Indonesia Harry Toledo memaparkan, Street Jazz Pamulang (SJP) merupakan konser musik jazz yang out of the box ini adalah yang pertamakali di Indonesia dan menjadi pengabdian Wandy Bass diakhir masa jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal IBF Indonesia.
“Alhamdulillah, dukungan dari seluruh Gubernur IBF Indonesia pun terus mengalir untuk lebih mengenalkan genre jazz ke masyarakat luas,” ungkap Harry Toledo.
Kali ini, lanjutnya, di RT.004 hadir musisi jazz nasional dengan special guest Alana dari Jakarta yang didampingi Joel, Truly, Gema, Abot, Hans, Verrel, Aldi, Yohanes, Kevin, dan Dika, dan diiringi musisi Raja M. Riski (Elec Bass), Anjuan Julio Siahaan (Elec Guitar), Shaku Rasidi (Drum), Angger (Percusion), dan Navaron (Keyboard) yang merupakan grup musik jazz asal Kota Tangerang Selatan dan dihadiri Sekretaris Jenderal IBF Indonesia mendatang Irwan Batara yang merupakan pemain bass grup Stinky.
Mengenal Indonesian Bass Family (IBF) Indonesia
Indonesian Bass Family (IBF) sebagai salahsatu wadah (komunitas) para Bassist Indonesia.
(Danny Ivanno Ritonga)
Tanpa adanya suara bass, musik akan terdengar terlalu kering dan tidak bulat. Meskipun begitu, pada kenyataannya, menjadi pemain bass adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dijalani. Jangkauan nada yang dihasilkan dari instrumen guitar bass dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, adalah jumlah dari fretboard yang terdapat pada instrumen bass. Kedua, adalah jumlah senar yang terdapat pada instrumen bass.
Berbeda dengan gitaris, kebanyakan pemain bass biasanya memang tidak menggunakan efek bass pada routing sinyal mereka. Namun, hal ini tidak berlaku umum karena ada beberapa aransemen lagu yang membutuhkan efek bass tertentu agar klop dengan dinamika atau maksud lagu tersebut. Di Indonesia ternyata terdapat sebuah komunitas sekaligus wadah tempat berkumpulnya para pemain alat musik bass atau bassist dari seluruh Indonesia yaitu Indonesian Bass Family (IBF). Harry Toledo (Azharianto Akha), salah satu pemain bass senior di Indonesia membentuk Indonesia Bass Family (IBF) pada tahun 2010, yang bertujuan untuk mempertemukan para bassist muda dengan para seniornya dalam satu wadah komunitas tempat berbagi pengalaman bermain, belajar bermusik dan hal lain yang diperlukan untuk menjadi musisi yang baik. Latar belakang anggota IBF ini sangat beragam, bukan hanya mereka yang berprofesi sebagai bassist ataupun musisi, namun ada juga profesi lain seperti pegawai kantoran, pebisnis, dll, namun memiliki kemampuan bermain bass.